[ Pandangan lain, menanggapi tulisan "Evolusi Busana Muslimah Indonesia" Part 1 ]

0 Comments
Siapa yang ragu dengan ke-alim-an para istri kiyai kita terdahulu? Pengetahuan dan wawasannya boleh jadi lebih penuh dari istri-istri ustadz zaman sekarang.
Siapa berani bantah?
Siapa yang tak tahu bahwa mereka dulu bahkan menjadi pengajar diberbagai pondok pesantren. Bahkan menjadi cikal bakal tumbuhnya pondok pesantren terkemuka di negeri ini. Mengajar kitab kuning, berbahasa dan beraksara arab. Bahkan lebih fasih dari istri para ustadz popular jaman sekarang.
Siapa yang tak tahu?
Meski para Nyai (istri para kiyai) dulu, tak sempurna pakaiannya dalam menutup aurat- Tak berpakaian jilbab panjang, tak bercadar, dan tak hitam-Tapi, siapa pula yang berani membantah tentang Ayat Allah:
"Katakanlah kepada orang laki–laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allâh maha mengatahui apa yang mereka perbuat.” Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera–putera mereka, atau putera–putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allâh, wahai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." [an-Nûr/24:31]
pun yang ada dalam,
"Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka !” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [al-Ahzâb/33:59]
ada yang berani? Saya tidak.
Saya, seperti merasakan gundah gulananya Sang penulis. Boleh jadi karena melihat fenomena para muslimah yang "sempurna" pakaiannya, tapi ternyata tidak diikuti dengan kesempurnaan pengetahuan islam dan akhlak islamnya.
Ya, boleh jadi tipe ini termasuk saya juga. Astaghfirullah. Untuk ini saya berterima kasih kepada penulis.
Tapi ada yang perlu diingat, bahwa Agama itu berbeda dengan Ilmu.
Pada ilmu (bagi saya), memiliki sifat-sifat: deducto, hypothetico, dan verifikatif. Deducto, artinya bahwa ilmu itu harus bergerak dari teori, pengalaman, konsep dasar. Hypothetico, artinya ilmu harus mampu dirancang dugaaannya, dilakukan prediksi kepadanya. Sedangkan Verifikatif, artinya ilmu harus bisa dibuktikan sehingga bisa diterima sebagai kebenaran.
Tapi, Agama tidak bisa.
Agama itu, ketika dia masuk dalam keyakinan kita, maka konsep di dalamnya, prediksi yang bersumber darinya, tak butuh diverifikasi agar kita mengakuinya sebagai kebenaran.
Cth. Tentang Syurga dan Neraka, konsepnya ada, prediksinya juga ada, tapi untuk meyakininya, kita tak perlu (tak bisa) membuktikannya lebih dulu.
Karena itu, apa yang menjadi konsep dalam agama, ketika kita yakini dan kita terima sebagai keyakinan kita, maka Agama adalah Dogma, bersumber dari Allah melalui Al-Qur'an dan hadist.
Termasuk konsep "Menutup Aurat". Sulit jika kita bandingkan konsep itu dengan pengalaman atau kejadian dalam aktualisasinya di jaman dulu. Maka jika ingin melihat kebenaran dalam mengaktualisasi praktik menutup aurat, verifikasilah dengan apa yang tertulis di dalam Al-Qur'an.
Tapi sekali lagi, saya seperti mengerti maksud hati penulis. Boleh jadi itu juga menjadi kegelisahan banyak ustadz di muka bumi ini.
Boleh jadi saya juga menjadi sebab kegelisahan penulis. Menjadi perempuan yang menutup aurat dengan jilbab panjang, tapi pengetahuan islam dan akhlak islam saya tak sebaik para istri kiyai (yang penulis gambarkan menggunakan pakaian sederhana)
Maka ijinkan saya meminta maaf. Jika ternyata jilbab saya tak merepresentasikan akhlak dan pengetahuan islam yang seharusnya. Saya perlu mempelajari sejarah, bagaimana para istri kiyai tempoe doeloe memiliki wawasan dan pengetahuan islam yang lebih baik.
Sekali lagi, bagi saya, untuk memperoleh konsep "menutup aurat" yang syumul itu bukan dengan membandingkan antara praktik di masa lalu dengan praktik masa sekarang. Bukan pula membandingkan Praktik yang dilakukan istri para kiyai dengan yang dilakukan muslimah jaman now. Apalagi membandingkan praktik jaman now, dengan praktik yang kita inginkan di kepala kita. Karena agama itu bukan hidangan prasmanan-ambil yang kau suka, tinggalkan yang tak kau suka.
Bagi saya tidak begitu.
melainkan, mebandingkan praktiknya dengan apa yang tertulis dalam Al-Qur'an dan Sunnah.
Segini aja dulu ya, saya banyak kurangnya. Masih sering banyak khilaf-nya. Mohon maaf ya..mohon nasihatnya juga.
Jelang Dzuhur di Yogyakarta, Oktober 2019
: DAP

never ever comment on a woman's rear end. Never use the words 'large' or 'size' with 'rear end.' Never. Avoid the area altogether. Trust me. 😉
- Tim Allen

Tidak ada komentar