[ Joker, Ilustrasi Nyata Dampak Hilangnya Empati di Muka Bumi - Part 2 ]

0 Comments
Apa dampaknya bagi penonton?
Setelah tulisan Part 1 saya posting, beberapa teman kemudian mengirim pesan pribadi ke saya. Beberapa meminta saya untuk memperhatikan dampak apa yang diakibatkan dari Film yang disutradarai oleh Todd Phillips ini. Beberapa menilai bahwa saya “membela” sosok Joker yang lahir dari lingkungan yang tak lagi memiliki empati.
Yup, di Part 1, benar ada tendensi saya “membela” Joker yang lahir dari kejamnya makhluk bernama manusia di muka bumi ini.
Tapi, kita tinggalkan itu dulu ya..
Gambar mungkin berisi: satu orang atau lebih dan dekat


Sekarang saya akan bahas bagaimana film ini bisa berdampak kepada orang yang menontonnya. Pilihan untuk mengkategorikan film ini sebagai film untuk usia 18+ adalah pilihan tepat. Tapi tak sepenuhnya juga, karena korban kekerasan fisik dan mental tidak hanya anak-anak. Banyak juga kita temui di kehidupan, ada orang-orang dewasa yang masih mendapatkan perlakuan tidak baik.
Ya, ada kekhawatiran bahwa film ini mampu mempengaruhi orang-orang yang dianggap memiliki pengalaman yang sama dengan Joker. Sosok Joker yang merasa bahagia saat membunuh, bisa jadi ditiru oleh sebagian orang yang menghayati film ini dengan mentah.
Inilah yang menjadi ancaman ketika Film ini menjadi Favorit di tengah masyarakat. Seolah-olah menjadi pembenaran.
Simpati berlebihan yang muncul dari para penonton kepada masa lalu Joker, juga sangat berbahaya. Penonton kemudian akan kabur, siapa sebenarnya penjahat, dan siapa korban. Joker adalah korban dari masa lalunya, tapi penjahat bagi masa depan.
Saya berusaha mencari jurnal ilmiah, bagai mana film bisa mempengaruhi perilaku seseorang, atau menjadikannya inspirasi dalam mengambil keputusan dalam hidupnya. Tapi belum ketemu. Begitupun, ada beberapa kejadian kejahatan yang terinspirasi oleh film-film fiksi. Salah satunya adalah kejadian yang dialama seorang remaja usia 17 tahun yang melakukan pemboman di Starbuks, yang terinspirasi pemikirin seorang tokoh di film Fight Club (1999) tentang bagaimana kapitalisme mencekik kehidupan rakyat. Remaja itu, beranggapan bahwa salah satu pelaku kapitalismen, yaitu Starbuks layak untuk dihancurkan. Bahkan, hanya karena menggemari seorang artis yang bagus dalam berperan di sebuah film pun mampu menginspirasi seseorang berbuat criminal. Contohnya kejadian penembakan Presiden Amerikan Serika (Ronald Reagan) pada Desember 1981 yang dilakukan oleh Hinkley, seorang pria berusia 24 tahun, hanya demi mendapat perhatian seorang artis (Jodie Foster) yang berperan dalam Film Taxi Driver (1976).
Maka, bisa jadi Joker juga akan berdampak yang sama. Kaburnya posisi peran Joker, menurut saya menjadi penyebab utama. Satu sisi ia adalah korban masa lalunya, tapi ia juga pelaku kejahatan.
Maka penonton yang memiliki latarbelakang kejadian yang sama dengan Joker bisa menganggap kejahatan yang dilakukan sebagai “pembenaran” untuk masa lalunya yang dikorbankan.
Saran saya, jangan sendirian menonton film ini. Ajaklah teman-teman, dan berdiskusilah setelah menontonya. Saling bertukar pikiran. Saling memberi tanggapan baik dan buruknya dari film ini. Serta, yakinilah bahwa kejahatan apapun atas alasan apapun tak bisa dibenarkan.
Selesai.
Jelang Dhuha di Yogyakarta, Oktober 2019
: DAP

never ever comment on a woman's rear end. Never use the words 'large' or 'size' with 'rear end.' Never. Avoid the area altogether. Trust me. 😉
- Tim Allen

Tidak ada komentar