Mencintai Pekerjaan, Mengerjakan Yang Dicintai.

0 Comments


Bismillahirrahmanirrahim.
Rasanya pasti berat, melakukan sesuatu yang tidak kita sukai. Kita akan berkutat dengan hal yang sama, tapi kita tidak senang melakukannya. Betapa buruk hidup kita.
Tapi, kadang ada kondisi yang mengharuskan kita menjalankan rutinitas yang tidak kita sukai.

Lantas bagaimana?

Saya pernah berada dikondisi itu.

Dulu, ada yang pernah menasihat saya, "diluar sana boleh jadi ada banyak orang yang sedang mendambakan posisi kita saat ini. Tapi kita justru mengeluh, yang dekat sekali dengan kekufuran"

Nasihat itu sebenarnya sudah sering ia sampaikan, terutama ketika dulu saya cukup stress menyelesaikan kuliah S2 dan menyusun tesis.

"Di luaran sana, ada banyak orang yang mendambakan bisa sekolah, bahkan sekedar untuk lulus SMA. Tapi tidak bisa, karena kesulitan ekonomi. Sedangkan kamu bisa sampai ke S2, tanpa kendala berarti soal biaya"
Makjleb banget. Langsung berasa jadi manusia gak tau bersyukur. Astaghfirullah.

Tapi ya, sulit. Berat. Harus punya energi ekstra membiasakan diri menerima kondisi yang Allah takdirkan. Ya, tentu boleh saja berdebat ini takdir atau bukan yaa...

Kembali ke poin yang mau saya sampaikan, bahwa kondisi-kondisi yang mengharuskan kita menjalankan sesuatu yang tidak begitu kita sukai sebenarnya sangat bisa kita kelola.

Dulu, lulus S2 dan kembali ke kampung halaman, saya tidak benar-benar tahu apa yang mau saya kerjakan. Ahli data? sekedar Dosen? Ngajar di sekolah? merintis lembaga pendidikan? Menikah jadi ibu rumah tangga? apa?

Tapi semua berjalan begitu saja.

Saya mulai mengajar, Senin ke Sabtu. Jam 8 pagi sampai jam 10 malam. Bosan. Capek. Sepertinya itu bukan mau saya. Jika setiap hari kerjanya ngajar, bimbingan, ngajar, bimbingan. Thats it. Bukan, ini bukan saya. Saya tidak suka.




Yang saya suka itu ngolah data, nyusun manuscript, otak-atik software olah data, sesekali traveling. Atau sebaliknya: traveling kemana-mana dan sesekali ngurusin data dan manuscript. 😊

Hingga akhirnya pemahaman baik itu hadir.

Pemahaman, bahwa mau tidak mau semua itu harus dikerjakan. Kalau dikerjakan dengan tidak ikhlas, yang saya dapat hanya lelah. penghasilan yang diperoleh juga tak berkah dan terasa tak pernah cukup. Tapi kalau dikerjakan dengan ikhlas, saya dapat tenangnya, penghasilan yang diperoleh insyaa Allah berasa cukup aja. Entah bagaimana caranya selalu pas, cukup sampai periode gajian di bulan berikutnya. Alhamdulillah.

Hingga akhirnya pemahaman baik itu hadir.

Saya ingat lagi, apa yang membuat saya terasa tidak tenang dalam bekerja. Mungkin ada dosa yang dikerjakan, ada niat yang tak benar, ada benci, ada dendam dengan pekerjaan yang didapat tidak sesuai dengan yang diinginkan. Maka perlahan semuanya diperbaiki.

Berat? Pasti!
Sakit? Iya!

Setiap proses belajar pasti berat dan sakit. Lelah dan Bosan.

Hingga akhirnya pemahaman baik itu hadir.

Saya harus mulai belajar merubahnya. Terus memperbaiki niat, untuk ibadah. Terus berusaha mengajak berdamai dengan hati dan pikiran. Bahwa pekerjaan ini boleh jadi bukan yang saya cintai, tapi saya bisa belajar mencintainya. Maka setiap jadwal mengajar, akan dipenuhi dengan suka cita. Setiap hasil belajar mahasiswa akan dikoreksi dengan bahagia. Setiap nilai yang diberi akan ditulis dengan tenang.

Sudah?

Belum. Setidaknya belum sepenuhnya.

Tapi saya terus belajar. Naik-turun itu biasay, kan?
Tapi saya terus belajar.
Mencintai Pekerjaan, Mengerjakan Yang Dicintai.

Medan, 04.01.19

: DAP

#30haribercerita
#30hb1904

never ever comment on a woman's rear end. Never use the words 'large' or 'size' with 'rear end.' Never. Avoid the area altogether. Trust me. 😉
- Tim Allen

Tidak ada komentar