Catatan Anak Sok Pintar : Berkompromi

0 Comments
Kebanyakan, orang tua kita itu bukan otoriter kepada kita. Mereka hanya tidak bisa memahami bagaimana caranya berbicara dan berkompromi dengan anak-anaknya yang tumbuh dan berkembang di jaman yang berbeda dengannya.
Itulah kenapa sebagai orang tua, perlulah kita mempelajari bagaimana anak-anak kita berkomunikasi di jamannya.
Tapi, bagaimana dengan orang tua kita?
Amang dan Inang saya saat ini usianya sudah lebih setengah abad. Mengharapkan mereka mempelajari cara saya berkomunikasi, tentu hal yang hampir mustahil. Lantas caranya bagaimana?
Caranya adalah saya menyesuaikan diri.
Kadang, menyesuaikan diri dengan orang tua sangat sulit.
Kita merasa paling hebat, karena merasa paling modern dari mereka.
Helloooo!!!
Saya bisa hidup di jaman modern ini karena orang tua yang "kolot" cara hidupnya. Tapi, apakah semua keinginan Amang-Inang saya turuti?
Sama sekali NGGAK!
Saya, juga punya pilihan-pilihan yang bertentangan dengan orang tua, alhamdulillah beberapa berhasil saya jalani, meski ada juga yang akhirnya harus "mengalah". :p
Tapi, jika dibandingkan, lebih banyak pilihan saya yang diikuti, alhamdulillah. *MerasaMenang :p
Caranya bagaimana?
Caranya adalah berkompromi. Kompromi maksudnya bukan sekedar berdiskusi, bukan sekedar berdebat, tapi juga berkompromi dengan sikap. Sikap yang menunjukkan bahwa kita dewasa dalam memilih, bukan hanya sekedar keingina kita, bukan sekedar menuruti hawa nafsu kita.
Saya termasuk anak yang sering berdebat dengan orangtua, Amang terutama. Bukan maksud melawan, tapi lebih ingin memberikan pengertian bahwa anak-anak boleh loh diberikan piliha sendiri. Bahwa orangtua boleh jadi salah dalam mengambil keputusan. Bahwa soal berdebat tentang pilihan hidup, itu bukan soal siapa yang menang dan siapa yang kalah. Tapi soal bagaiman bertanggungjawab atas pilihan yang dipilih. Bahwa ketika anak memilih berbicara dan meminta pertimbangan dengan orang tuanya, bukan dengan orang lain, itu harusnya diapresiasi. Masing-masing kita yang tahu bagaimana harusnya kita berkomunikasi dengan orang tua. Maka cara saya belum tentu menjadi cara terbaik bagi orang lain. Sehingga, sebelum berkompromi, kita perlu mengenal dan dekat dengan orang tua.
Point yang penting juga adalah ketika pilihan sudah diambil, maka apapun resikonya harus ditanggung bersama. Karena memang tak bisa ditanggung sendiri-sendiri. Jika pilihan orang tua yang dipilih, dan pada akhirnya salah, maka apapun akibatnya ditanggung bersama, tidak ada yang boleh saling menyalahkan. Begitu juga, ketika pilihan anak yang diambil lalu salah, maka tidak boleh juga saling menyalahkan. Semua resiko ditanggung bersama.
Kok bisa??
Iya!!!!!
Karena, sampai kapanpun tidak akan ada yang bisa memutuskan hubungan anak-orang tua.
Jika anak hancur...maka orangtua harus menjadi "rumah" terdekat untuk pulang.
Sebaliknya, jika orangtua hancur...maka anak harus menjadi "rumah" terkokoh untuk melindungi.
Aaaah...
Apalah awak ini meracau di saat-saat nyeri begini. >_<
============================================
Jika diberi kesempatan untuk mengulang kehidupan dan diberi kesempatan memilih kehidupan yang lain, saya akan memilih dan meminta agar tetap dilahirkan di keluarga ini. Menjadi anak Amang dan Inang, dengan keadaan yang seperti ini, dengan situasi, dan perasaan seperti ini juga. Tidak akan yang lain.

11.04.16
: DAP


never ever comment on a woman's rear end. Never use the words 'large' or 'size' with 'rear end.' Never. Avoid the area altogether. Trust me. 😉
- Tim Allen

Tidak ada komentar