Kebanyakan, orang tua
kita itu bukan otoriter kepada kita. Mereka hanya tidak bisa memahami bagaimana
caranya berbicara dan berkompromi dengan anak-anaknya yang tumbuh dan
berkembang di jaman yang berbeda dengannya.
Itulah kenapa sebagai
orang tua, perlulah kita mempelajari bagaimana anak-anak kita berkomunikasi di
jamannya.
Tapi, bagaimana dengan
orang tua kita?
Amang dan Inang saya
saat ini usianya sudah lebih setengah abad. Mengharapkan mereka mempelajari
cara saya berkomunikasi, tentu hal yang hampir mustahil. Lantas caranya
bagaimana?
Caranya adalah saya
menyesuaikan diri.
Kadang, menyesuaikan
diri dengan orang tua sangat sulit.
Kita merasa paling
hebat, karena merasa paling modern dari mereka.
Helloooo!!!
Saya bisa hidup di
jaman modern ini karena orang tua yang "kolot" cara hidupnya. Tapi,
apakah semua keinginan Amang-Inang saya turuti?
Sama sekali NGGAK!
Saya, juga punya
pilihan-pilihan yang bertentangan dengan orang tua, alhamdulillah beberapa
berhasil saya jalani, meski ada juga yang akhirnya harus "mengalah".
:p
Tapi, jika
dibandingkan, lebih banyak pilihan saya yang diikuti, alhamdulillah.
*MerasaMenang :p
Caranya bagaimana?
Caranya adalah
berkompromi. Kompromi maksudnya bukan sekedar berdiskusi, bukan sekedar
berdebat, tapi juga berkompromi dengan sikap. Sikap yang menunjukkan bahwa kita
dewasa dalam memilih, bukan hanya sekedar keingina kita, bukan sekedar menuruti
hawa nafsu kita.
Saya termasuk anak
yang sering berdebat dengan orangtua, Amang terutama. Bukan maksud melawan,
tapi lebih ingin memberikan pengertian bahwa anak-anak boleh loh diberikan
piliha sendiri. Bahwa orangtua boleh jadi salah dalam mengambil keputusan.
Bahwa soal berdebat tentang pilihan hidup, itu bukan soal siapa yang menang dan
siapa yang kalah. Tapi soal bagaiman bertanggungjawab atas pilihan yang
dipilih. Bahwa ketika anak memilih berbicara dan meminta pertimbangan dengan
orang tuanya, bukan dengan orang lain, itu harusnya diapresiasi. Masing-masing
kita yang tahu bagaimana harusnya kita berkomunikasi dengan orang tua. Maka
cara saya belum tentu menjadi cara terbaik bagi orang lain. Sehingga, sebelum
berkompromi, kita perlu mengenal dan dekat dengan orang tua.
Point yang penting
juga adalah ketika pilihan sudah diambil, maka apapun resikonya harus
ditanggung bersama. Karena memang tak bisa ditanggung sendiri-sendiri. Jika
pilihan orang tua yang dipilih, dan pada akhirnya salah, maka apapun akibatnya
ditanggung bersama, tidak ada yang boleh saling menyalahkan. Begitu juga,
ketika pilihan anak yang diambil lalu salah, maka tidak boleh juga saling
menyalahkan. Semua resiko ditanggung bersama.
Kok bisa??
Iya!!!!!
Karena, sampai
kapanpun tidak akan ada yang bisa memutuskan hubungan anak-orang tua.
Jika anak
hancur...maka orangtua harus menjadi "rumah" terdekat untuk pulang.
Sebaliknya, jika
orangtua hancur...maka anak harus menjadi "rumah" terkokoh untuk
melindungi.
Aaaah...
Apalah awak ini
meracau di saat-saat nyeri begini. >_<
============================================
Jika diberi kesempatan
untuk mengulang kehidupan dan diberi kesempatan memilih kehidupan yang lain,
saya akan memilih dan meminta agar tetap dilahirkan di keluarga ini. Menjadi
anak Amang dan Inang, dengan keadaan yang seperti ini, dengan situasi, dan
perasaan seperti ini juga. Tidak akan yang lain.
11.04.16
: DAP
never ever comment on a woman's rear end. Never use the words 'large' or 'size' with 'rear end.' Never. Avoid the area altogether. Trust me. 😉
- Tim Allen