Bersama, kita (lebih) ingat bahagia

0 Comments
Hai, apa kabar, Kamu?

Sudah habis berapa halaman hari ini?
Aku, ini sudah halaman ke 37. Kamu pastilah sudah lebih banyak. Tak heran jika kau berkaca mata. Eh, kamu berkaca mata, bukan?

Hari ini luar biasa sekali. Berkumpul bersama anak-anak, berkisah tentang Pohon Tua Besar dan Sekawanan semut hitam. Selalu ada senyum jika berkumpul dengan mereka, bukan? Sesekali mereka menyela, “Umi, pohonnya ada buahnya?” yang lainnya bahkan memotong dan bertanya, “Umi, pohonnya ada hantu?”.  Duh, anak-anak itu lucu sekali. Kelak, kalau kau sudah datang, aku kenalkan kau kepada mereka.

Menghabiskan waktu bersama anak-anak itu memang sangat membahagiakan. Hati yang lelah, pikiran yang berat seketika mampu disembunyikan begitu melihat mereka. Mereka tak paham kalau mereka sedang tertipu. Tapi begitulah hidup, kadang kita harus mengukir senyum tipuan, agar semua (terlihat) baik-baik saja. Nanti, kalau kau sudah datang, coba tebak, senyumku tipuan atau bukan.

Hei, kamu..

Pernah merasa lelah tersenyum?  Aku pernah. Padahal, disaat yang bersama air mata sudah mengalir.
Apakah itu salah? Bagiku tidak, bukankan sesekali kita butuh menjadi lemah, agar kita tahu bagaimana menjadi kuat untuk  meraih bahagia. Di saat-saaat itu tiba-tiba muncul harapan begitu besar agar segera bertemu denganmu. Ia, karena di saat-saat lemah, bahkan aku butuh teman. Kelak, kau yang menemani ya. Gak perlu berusaha tampil kuat dan berusaha “pasang badan” untukku. Aku hanya perlu di temani.



Kata orang, jodoh itu melengkapi.

Hei kamu, kapan datang? Aku bahkan sangat bahagia menunggumu. Menikmati setiap tunggu yang harus dilewati, sembari belajar dan memantaskan diri untuk bertemu kamu. Kelak, kita pasti lebih bahagia kalau bersama. Saling melengkapi.

#SatuHariSatuCerita
#TujuhHariTentangJodoh
#HariKetiga

never ever comment on a woman's rear end. Never use the words 'large' or 'size' with 'rear end.' Never. Avoid the area altogether. Trust me. 😉
- Tim Allen

Tidak ada komentar