Beberapa waktu yang lalu saya diingatkan oleh seorang teman
tentang sebuah buku berjudul “Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya”. Saya
hampir lupa kalau saya pernah membaca buku ini. Ingatan saya terbang ke
beberapa tahun lalu, dan berhenti di Bab “Dua Bata”. Kalau tidak salah (ya
pasti benar) bab ini merupakan kisah penulis sendiri, Ajahn Brahm yang pergi ke
Thailand untuk mempelajari ilmu Budha.
“Dua Bata” ini menarik. Mengisahkan seorang Biksu muda yang
bertekad membangun rumah ibadah. Ia bertugas membangun dinding bata, padahal
pengetahuan tentang bangunan sama sekali tak ia punya. Sulit sekali
menyelesaikan tugas ini. Tapi Biksu muda dengan kegigihan dan ketekunannya
berhasil menyusun 1000 bata dan mendirikan dinding yang cantik, megah, dan
kokoh. Tapi, ternyata salah. Ada 2 bata yang salah penempatan: miring,
menonjol, jelek, merusak pandangan. Biksu muda kesal sekali, setiap hari ia
menyesali hasil kerjanya itu. Berhari-hari, hati dan pikirannya kusut sebab dua
bata itu. Lantas ia memohon ijin kepada Biksu senior untuk merobohkan dinding
karyanya. Ia berkeinginan merobohkannya dan mengulang membangunnya kembali.
Niat itu gagal terlaksana. Biksu senior tidak mengijinkannya.
Biksu muda masih saja terus menyesali dua bata itu. Suatu kali
ia bertemu dengan peziarah. Peziarah tersebut berdecak kagum, memuji
keindahan, kemegahan dan kecantikan dinding tersebut. Biksu muda heran
dengan peziarah tersebut, lantas bertanya, “indah dari mana? Apakah Anda tidak
melihat dua bata yang merusak dinding ini?” peziarah lantas berkata, “saya
melihat dua bata yang cacat itu, tapi saya juga melihat 9998 bata yang tersusun
rapi, indah, megah, dan kokoh”
==============================
Ini kebiasanya kita bukan?
Gemar sekali mengingat-ingat kesalahan kecil lantas melupakan
kebaikan besar orang lain. Tapi saya tak akan membahasnya dari sudut itu. Saya ingin
membahasnya dari sudut pandang diri kita. Di dunia ini, siapa sih manusia yang
hidup tanpa cela? Bahkan Rasulullah SAW saja pernah ditegur Allah. Bayangkan,
Allah menegur KekasihNya yang bahkan telah Ia janjikan syurga padanya. Maka
siapa di dunia ini yang tak pernah berbuat salah?
Bersalah, apakah lantas membuat hidup kita hancur? Bumi
terbelah? Langit runtuh menimpa hingga tak ada kesempatn bagi kita untuk
berubah, bertaubat, dan memperbaikinya? Kita pasti sepakat menjawab TIDAK Maka untuk apa larut dalam kesalahan yang
pernah dibuat. Merasa diri tak layak mendapat yang lebih baik, merasa diri
sudah tak punya harapan hidup yang lebih baik.
Buat apa kita larut dan tenggelam. Dalam 1-2 masalah, kesalahan,
ketidaknyamanan, lantas melupakan nikmat dan indahnya ampunan Allah, lalu
memilih mati. Keluarga, kisah cinta, pekerjaan, pertemanan, adalah
bagian-bagian hidup yang perlu kita syukuri. Jika sudah terjadi, maka pilihan kita
adalah menjadi lebih baik. Percayalah bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Baik,
Maha Menerima Taubat. Maka fokuslah pada perbaikan diri, mengejar ampunan
Allah. Semoga, kita akan selalu ingat
hidup kita sebentar, maka syukuri, perbaiki, dan nikmati.
DAP
Medan, Maret 2016
never ever comment on a woman's rear end. Never use the words 'large' or 'size' with 'rear end.' Never. Avoid the area altogether. Trust me. 😉
- Tim Allen