Tentang "Dua Bata"

0 Comments
Beberapa waktu yang lalu saya diingatkan oleh seorang teman tentang sebuah buku berjudul “Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya”. Saya hampir lupa kalau saya pernah membaca buku ini. Ingatan saya terbang ke beberapa tahun lalu, dan berhenti di Bab “Dua Bata”. Kalau tidak salah (ya pasti benar) bab ini merupakan kisah penulis sendiri, Ajahn Brahm yang pergi ke Thailand untuk mempelajari ilmu Budha.

“Dua Bata” ini menarik. Mengisahkan seorang Biksu muda yang bertekad membangun rumah ibadah. Ia bertugas membangun dinding bata, padahal pengetahuan tentang bangunan sama sekali tak ia punya. Sulit sekali menyelesaikan tugas ini. Tapi Biksu muda dengan kegigihan dan ketekunannya berhasil menyusun 1000 bata dan mendirikan dinding yang cantik, megah, dan kokoh. Tapi, ternyata salah. Ada 2 bata  yang salah penempatan: miring, menonjol, jelek, merusak pandangan. Biksu muda kesal sekali, setiap hari ia menyesali hasil kerjanya itu. Berhari-hari, hati dan pikirannya kusut sebab dua bata itu. Lantas ia memohon ijin kepada Biksu senior untuk merobohkan dinding karyanya. Ia berkeinginan merobohkannya dan mengulang membangunnya kembali. Niat itu gagal terlaksana. Biksu senior tidak mengijinkannya.

Biksu muda masih saja terus menyesali dua bata itu. Suatu kali ia bertemu dengan  peziarah. Peziarah tersebut berdecak kagum, memuji keindahan, kemegahan dan kecantikan dinding tersebut. Biksu muda heran dengan peziarah tersebut, lantas bertanya, “indah dari mana? Apakah Anda tidak melihat dua bata yang merusak dinding ini?” peziarah lantas berkata, “saya melihat dua bata yang cacat itu, tapi saya juga melihat 9998 bata yang tersusun rapi, indah, megah, dan kokoh”
==============================

Ini kebiasanya kita bukan?
Gemar sekali mengingat-ingat kesalahan kecil lantas melupakan kebaikan besar orang lain. Tapi saya tak akan membahasnya dari sudut itu. Saya ingin membahasnya dari sudut pandang diri kita. Di dunia ini, siapa sih manusia yang hidup tanpa cela? Bahkan Rasulullah SAW saja pernah ditegur Allah. Bayangkan, Allah menegur KekasihNya yang bahkan telah Ia janjikan syurga padanya. Maka siapa di dunia ini yang tak pernah berbuat salah?

Bersalah, apakah lantas membuat hidup kita hancur? Bumi terbelah? Langit runtuh menimpa hingga tak ada kesempatn bagi kita untuk berubah, bertaubat, dan memperbaikinya? Kita pasti sepakat menjawab TIDAK  Maka untuk apa larut dalam kesalahan yang pernah dibuat. Merasa diri tak layak mendapat yang lebih baik, merasa diri sudah tak punya harapan hidup yang lebih baik.

Buat apa kita larut dan tenggelam. Dalam 1-2 masalah, kesalahan, ketidaknyamanan, lantas melupakan nikmat dan indahnya ampunan Allah, lalu memilih mati. Keluarga, kisah cinta, pekerjaan, pertemanan, adalah bagian-bagian hidup yang perlu kita syukuri. Jika sudah terjadi, maka pilihan kita adalah menjadi lebih baik. Percayalah bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Baik, Maha Menerima Taubat. Maka fokuslah pada perbaikan diri, mengejar ampunan Allah.  Semoga, kita akan selalu ingat hidup kita sebentar, maka syukuri, perbaiki, dan nikmati.

DAP

Medan, Maret 2016

never ever comment on a woman's rear end. Never use the words 'large' or 'size' with 'rear end.' Never. Avoid the area altogether. Trust me. 😉
- Tim Allen

Tidak ada komentar