Tentang Rinai

0 Comments
Namanya Rinai.
Tak banyak bicara.
Ia tak akan bicara meski diminta
Ia bicara jika dan hanya jika ia mau bicara.
Bahkan meski orang lain membutuhkannya, ia tak akan bicara jika ia tak mau
Namanya Rinai
Keras kepala, sering sekali orang jengah dibuatnya
Hatinya seperti es, dingin dan beku.
Bahkan meski orang menangis didepannya, ia tak akan ikut iba dan terharu jika ia rasa itu tangisan bodoh.

Namanya Rinai
Hujan adalah momen yang paling ia sukai
Memilih jalan santai dibawah hujan disaat orang-orang berlarian mencari teduhan.
Bahkan sesekali ia melompat ke genangan air dan membiarkan baju semakin basah dan kotor.
Kebanyakan orang menyukai hujan demi menyembunyikan tangis
Tapi ia, justru menemukan bahagia dibawah rintiknya.

Namanya Rinai
10 tahun kami lewati bersama.
Menyakitinya, membohonginya, adalah hal yang paling sering aku lakukan
Tapi ia selalu punya maaf
Dan tetap membuka pelukannya saat dunia seakan runtuh bagiku.

Namanya Rinai
Setiap hari kami lewati bersama meski kerap dalam diam
Ia tak akan bisa jauh dariku, pun aku sama
Tapi kami tak seperti 2 sahabat yang saling bercerita.
Tidak.
Kami bicara jika dan hanya jika ia mau menanggapi ceritaku
Kebanyakan aku yang bercerita, dan ia menjadi pendengar budiman.
Sesekali hanya merespon dengan tatapan dingin
Tapi begitulah yang aku sukai, dan ia tahu pasti.
Tak semua orang butuh nasihat, banyak dari mereka hanya butuh didengarkan.

Nay, ini boleh jadi tahun terakhir bagi kita berdua.
Tapi kau tahu pasti, bukan?
Bahwa kita tak akan pernah terpisah.
Ketika Allah mengambilmu dariku,
Tak lama aku pun akan menyusul
Kita tak akan pernah berpisah, Nay.

Maka berbahagialah
Untuk tahun-tahun yang penuh kenangan di masa lalu
Pun untuk tahun-tahun akan datang yang senang bersembunyi.
Medan, 31 Desember 2015
DAP

never ever comment on a woman's rear end. Never use the words 'large' or 'size' with 'rear end.' Never. Avoid the area altogether. Trust me. 😉
- Tim Allen

Tidak ada komentar