“Aku lihat senyum tak biasa di bibirmu”
Alhamdulillah, masih
bisa merasakan panas dan hujan bulan April. Kemarin sepertinya setiap hari adalah
biasa, tapi rasanya tidak hari ini. Pagi yang cerah, mentari yang hangat meski
malu-malu. 1 April 2016, April ke-26 ku, mari kita berdamai dengan diri
sendiri.
Entah kebetulan, entah
tidak. Tapi bagi saya tak ada yang kebetulan di dunia ini. Tak satupun kejadian
di muka bumi ini terjadi jika tanpa kehendakMu, bukan? Maka ini pun berlaku
untuk malam tadi. Hari terakhir di Maret 2016. Untuk kesekian kali, mendapat
pencerahan tentang bagaiaman seharusnya kita mengendalikan hati dan pikiran
kita. Ini seperti “kode” bahwa April harus dimulai dengan penuh komitmen untuk “sembuh”.
Entah kapan tepatnya “penyakit”
ini muncul. Seingat saya, ketika berusaha menjadi penenang bagi setiap masalah
banyak orang. Saya pribadi termasuk yang tidak terbiasa menceritakan masalah ke
orang lain, tapi selalu berusaha hadir ketika orang lain butuh didengar.
Fatalnya, ternyata saya terlepas. Terbawa. Sampai-sampai hampir lupa di mana
dulu saya memulainya, membuat saya sulit kembali. Fatalnya lagi, banyak hal
baik yang terlewatkan.
Mendengar banyak cerita
orang, atau bahkan melihat dan menyaksikan langsung berbagai permasalahan
teman-teman membuat saya terlalu dalam memikirkan “andaikan saya mengalami itu”.
Bertahun-tahun, pemikiran itu ternyata mengendap, dan tanpa sadar membawa pengaruh
besar. Pengaruhnya tidak hanya berdampak pada diri sendiri, tapi juga pada
keluarga, terutama orangtua. Ternyata saya tidak baik-baik saja.
Selama ini, tanpa sadar
saya membiarkan orang lain menguasai remote kebahagiaan saya. Pengalaman buruk
orang lain ternyata begitu merasuk kedalam pikiran saya, membuat saya kesulitan
dalam menjalani hidup. Katanya, memang otak tidak bisa membedakan mana
imajinasi mana yang realita. Kekhawatiran saya itu sebenarnya imajinasi,
sayangnya kerja otak saya tidak mampu meyakinkan bahwa itu hanya imajinasi,
bukan realita, dan belum tentu akan menjadi nyata.
Saya ingin sembuh!
Ini harus dimulai hari
ini. Mulai dengan berdamai dengan diri sendiri. Menyadari setiap rasa itu ada
tanpa ikut terhanyut atau justru melawannya. Mulai bersyukur dan berterima
kasih. Allah, terima kasih untuk hidup sampai saat ini. Alhamdulillah untuk
setiap cerita yang didengar, untuk setiap pengalaman yang terjadi, untuk semua
kejadian yang tak mampu dihindari. Allah, Alhamdulillah untuk tubuh yang masih
sehat, fisik yang lengkap. Terima kasih memberikan tubuh yang kuat, yang sudah
lelah menemani setiap aktivitas tanpa mengeluh. Mata yang setiap hari digunakan
tanpa lelah, tanpa protes. Alhamdulillah….alhamdulillah…
Mohon ampun, Allah…aku pulang.
Mohon ampun, Allah…aku pulang.
Hey, You! Tararengkyu
yaaa ^_^
never ever comment on a woman's rear end. Never use the words 'large' or 'size' with 'rear end.' Never. Avoid the area altogether. Trust me. 😉
- Tim Allen